TUGAS PENGANTAR ANTROPOLOGI
TRADISI MA’NENE DI TANA TORAJA
|
|
Ma’nene adalah sebuah
tradisi di suku Toraja, yaitu tradisi berupa mengajak jalan-jalan orang yang
sudah meninggal (leluhur Tanah Toraja) dengan jasad yang telah diawetkan untuk
keliling desa dan menggantikan pakaian leluhurnya dengan pakaian baru dan sudah
lama meninggal. Mayat yang dikuburkan di gua di desa Sillanang tidak dibalsem
dan awet dengan sendirinya. “Kemungkinan ada semacam
zat di gua itu yang khasiatnya bisa mengawetkan mayat manusia. Kalau saja ada
ahli geologi dan kimia yang mau membuang waktu menyelidiki tempat itu,
sepertinya teka teki gua Sillanang dapat dipecahkan.” (Tampubolon, 45. Artikel
detail 88113 Budaya Tradisi 20 Ma'enen 20 Masyarakat 20 Toraja.html). Tradisi tersebut berada di pegunungan Balla, Kecamatan Baruppu, Tanah Toraja, Sulawesi
Selatan. Masyarakat Toraja menilai bahwa dengan cara itu mereka bisa
mengormati leluhur mereka walaupun sudah meningal. Karena mereka melihat dari
asal usul tradisi tersebut terbentuk.
Berawal dari kisah
pemburu binatang di hutan yang bernama Pong Rumasek warga Toraja, ia menemukan
sebuah mayat tergeletak di tanah dengan keadaan mengenaskan.dari mayat tersebut
hanya tersisa tulang belulangnya dan Pong Rumasek berniat untuk mengurus mayat
tersebut dengan cara membungkus dengan pakaian yang sedang dipakainya. Setelah itu,
ia pergi berburu dan selalu mendapatkan hewan buruan dengan mudah. Selain itu,
pada saat ia pulang ke rumah tanaman yang ditanamnya cepat panen dan hasil
panennya berlimpah.
Sejak peristiwa itu,
Pong Rumasek memberi kesimpulan bahwa jasad orang yang sudah meninggal harus di
hormati dan dimuliakan. Akhirnya, setiap bulan Agustus setelah panen berakhir,
masyarakat Toraja selalu mengadakan ritual pemakaman untuk menghormatii leluhur
mereka. Salah satunya adalah Pong Rumasek sendiri.
Selain itu,
masyarakat Toraja khususnya warga Baruppu menganggap upacara tersebut juga
sebagai alat untuk meningkatkan kekerabatan mereka. Bahkan menjadi aturan adat
istiadat yang tertulis dan masih dilakukan sampai sekarang.
Saya sangat heran,
mengapa jasad yang sudah meninggal dibongkar lagi untuk memakaikan jasad
tersebut pakaian baru dan mengajaknya jalan-jalan keliling desa setempat atau
pulang ke rumah jasad tersebut sewaktu ia masih hidup. Jika dipikirkan menurut
akal sehat untuk apa orang yang sudah meninggal kuburannya dibongkar kembali.
Menurut pandangan saya orang yang sudah meninggal biarlah mereka tenang di alam
yang baru, tidak secara berlebihan mengormati mereka. Cukup saja mengamalkan
kebaikan yang mereka ajarkan untuk di ajarkan kembali kepada orang lain, atau menegenang
jasa-jasanya selama masih hidup.
Dari segi peraturan
umum juga dimana manusia sudah meninggal itu di tempatkan di sebuah tempat
khusus (kuburan), dan cara mengormatinya yaitu menjaga kuburannya supaya tetap
terawat dan tidak terbengkalai. Dari segi agama kepercayaan saya, orang yang
sudah meninggal, berarti semua relasi antara maunsia dengan orang yang sudah
meninggal berarti sudah tidak ada lagi, tinggal pertanggung jawaban orang yang
telah meninggal dengan tuhannya. Dan kita selaku orang yang masih hidup
mendo’akannya supaya mendapat sisi terbaik di tuhannya.
Namun, itulah tradisi
mereka masyarakat Tanah Toraja. Saya tidak bisa menghakimi dari segi pandang
saya bahwa adat istiadat mereka salah, karena itu sudah menjadi ciri khas dan
kebiasaan masyarakat Toraja yang merupakan warisan dari leluhur mereka. Itulah
ciri khas mereka dari budaya lain di luar sana yang juga memiliki kebiasaan
atau adat istiadat yang aneh. Saya bangga tinggal di sebuah negara dengan
keberagaman budaya yang sangat bervariasi dan menarik sekali untuk di ulik
lebih jauh. Budaya yang merupakan ciri khas dan kekeayaan Indonesia, identitas
bangsa ini, dan saya sebagai warga negara bangga sekali dan akan melestarikan
budaya tersebut.
SUMBER
BACAAN DAN INFORMASI
Sankhyaadi, Aria. 2014. http://global.liputan6.com/read/2117973/bertemu-mayat-berjalan-di
tradisi-manene-tana-toraja
Komentar
Posting Komentar