Perilaku Hewan Trenggiling Antropologi Biologi

Nama               : Mela Maulani
NPM               : 170510150001
Mata Kuliah    : Antropologi Biologi

A.      Pengertian Perilaku Hewan
Perilaku hewan atau etologi adalah aktivitas suatu organisme akibat adanya stimulus, terjadi karena pengaruh genetis dan akibat proses belajar oleh lingkungan.
B.       Perilaku Hewan Trenggiling
Trenggiling merupakan hewan jenis mamalia yang memiliki nama latin Manis Javanica dan masuk dalam jenis daftar satwa dilindungi di Indonesia.
Adapun perilaku Trenggiling diantaranya:
1.      Perilaku Bergerak
Perilaku bergerak berupa aktivitas berjalan, mendatangi pakan, memanjat dan berdiri. Perilaku berjalan berupa berpindah tempat menggunakan keempat tungkainya dan dilakukan setelah ia bangung tidur untuk memeriksa lingkungan sekitarnya. Aktivitas berjalan menuju tempat pakan dipengaruhi oleh suhu sekitar kandang untuk beradaptasi dengan lingkungan. Aktivitas memanjat berupa gerakan vertikal dari lantai lalu naik ke atas pohon atau pagar besi kandang. Kaki depan digunakan untuk mengangkat tubuhnya ke atas dan kaki belakangnya berfungsi mendorong tubuhnya.
Pada Trenggiling jantan, memanjat memiliki fungsi menguatkan otot kakinya pada saat menaiki Trenggiling betina. Sedangkan pada Trenggiling betina berfungsi untuk menghindari pejantan yang masih ingin kawin padahal betina sedang bunting.
Aktivitas berdiri sering dilakukan oleh Trenggiling jantan ketika merasakan adanya bahaya atau gangguan. Aktivitas berdiri dilakukan dengan menggunakan dua kaki belakang dan menegakan tubuhnya untuk mendengus dan membaui daerah sekitarnya. Aktivitas mendatangi pakan dan minum bersamaan dengan membersihkan tubuhnya dengan mandi di bak air.
2.      Perilaku Tidur
Trenggiling merupakan hewan nokturnal dan mereka lebih suka tidur pada siang hari. Ketika cuaca panas, satwa ini akan bangun dan membasahi tubuhnya. Adapun posisi tidur yang umum dilakukan Trenggiling adalah melingkar, terlentang dan memanjang. Posisi melingkar yaitu kepala dan kakinya menyentuh perut melingkar seperti bola. Posisi ini dilakukan untuk menghindari gangguan dari luar. Posisi terlentang yaitu kaki depan memegang kawat  atau pohon yang ada di kandang. Sedangkan posisi memanjang dilakukan jika satwa tersebut tidur di bak air karena kepanasan.
3.      Perilaku Makan
Sebelum makan, Trenggiling mencium dan mendengus makanannya terlebih dahulu lalu menjulurkan lidahnya untuk mengambil makanan. Perilaku makan juga dipengaruhi oleh genetika, habitat, ketersediaan pakan, dsb. Pakannya berupa Kroto dan diampur dengan dedak.
Kondisi biologispun dapat mempengaruhi perilaku makan. Mereka yang sedang berpasangan memiliki interaksi sosial, usia mereka dan sehat atau tidak mempengaruhi perilaku makan mereka.

C.      Fungsi, Mekanisme, Development dan Evolutiona
1.    Fungsi. Untuk apa perilaku itu?
Trenggiling memiliki perilaku bergerak berupa aktivitas berjalan, memanjat dan berdiri. Perilaku berjalan berupa berpindah tempat dari lantai segera setelah ia bangun tidur. Fungsi perilaku tersebut untuk memeriksa lingkungann sekitar, berdadaptasi dengan suhu yang baru untuk menyeimbangkan tubuhnya.
Perilaku memanjat dilakukan secara vertikal dengan menggunakan keempat tungkainya. Bagi Trenggiling jantan, memanjat tersebut berfungsi untuk melatih otot-otot kakinya pada saat menaiki betina sedangkan pada betina berfungsi untuk menghindari sang pejantan yang masih ingin kwin padahal betinany sedang hamil. Perilaku berdiri seringkali dilakukan oleh Trenggiling jantan untuk merasakan apabila lingkungan sekitarnya merasa terganggu dengan cara membauinya.
2.    Mekanisme. Bagaimana perilaku dapat terjadi?
Perilaku berjalan terjadi karwna Trenggiling harus menyesuaikan dirinya dengan suhu lingkungan setelah ia bangun tidur. Perilaku memanjat pada pejantan dilakukan karena tuntutan biologis untuk tetap berkembangbiak. Perilaku berdiri terjadi adanya stimulus dari luar yang mengganggu Trenggiling, baik itu suara ataupun gerakan. Biasanya dirasakan dengan mengendusnya.
3.    Development. Bagaimana perilaku itu berkembang?
Perilaku berdiri pada Trenggiling berkembang sejak mereka dapat merasakan adanya bahaya. Selain itu perilaku reproduksi berkembang sejalan dengan usia. Apabila mereka semakin dewasa, maka ada hasrat untuk berkembang biak. Perilaku berkembang pula sudah tertanam biologis/genetika dan menjadi kebiasaan.
4.    Evolution. Dari mana asal perilaku?
Perilaku Trenggiling yang dapat berevolusi dan sebagian sudah berevolusi yaitu awalnya adalah hewan nokturnal dan lmbat laun menjadi hewan diurnal. Penyebabnya adalah ara mereka mendapatkan makanan. Jika di habitat aslinya, Trenggiling menari makan pada malam hari, sedangkan jika sudah di penangkaran mereka diberi makan pada pagi hari oleh petugas kandang. Maka lambat laun membuat Trenggiling berubah perilaku makannya, tidurnya dan menjadi hewan diurnal.
D.      Adaptasi Hewan Trenggiling
Ciri dari mahluk hidup adalah beradaptasi, yaitu menyesuaikan diri dalam lingkungannya. Kemampuan tersebut dilakukan untuk dapat bertahan hidup, baik itu di lingkungan habitat aslinya atau di lingkungan baru yang bukan habitat aslinya.
Trenggiling merupakan hewan yang harus beradaptasi pula. Baik itu adaptasi tingkah lakunya, adaptasi fisiologisnya sampai adaptasi kulturalnya. Berikut rincian adaptasi hewan Trenggiling :
1.      Adaptasi Tingkah Laku
Adaptasi tingkah laku berupa penyesuaian tingkah laku hewan Trenggiling pada lingkungannya. Penyesuaian tingkah laku Trenggiling pada saat merasa terancam, ia menggulungkan tubuhnya untuk melindungi bagian perut yang lunak dan dilindungi oleh sisiknya yang keras.
2.      Adaptasi Fisiologis
Adaptasi fisiologis berupa penyesuaian yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar yang menyebabkan adanya penyesuaian pada alat-alat tubuh untuk mempertahankan hidup dengan baik. Pada Trenggiling di penangkaran alat-alat tubuh yang menyesuaikan sesuai keadaan lingkungan di penangkaran adalah kukunya yang tajam menjadi tidak tajam karena tidak sering lagi digunakan untuk menari makanan.
3.      Adaptasi Kultural
Adaptasi kultural yang terjadi pada Trenggiling yaitu dari hewan nokturnal menjadi hewan diurnal. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Burhanuddin Masy’ud, Novriyanti dan M Bismark di Laboratorium Konservasi Eksitu-Penangkaran Satwaliar, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB, Badan Litbang Kehutanan, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, di penangkaran melalui proses adaptasinya terhadap sistem pemeliharaan terutama pemberian pakan, maka dapat dinyatakan ada kecenderungan terjadi perubahan pola aktivitas menjadi diurnal.
Hal ini dapat disesuaikan dengan pernyataan Hafez (1969) meskipun perilaku satwa (animal behaviour) bersifat genetis akan tetapi dapat berubah karena pengaruh lingkungan dan proses belajar (learning process).

E.       Perkembangbiakan Trenggiling
Sebagai hewan mamalia, aktivitas perkembangbiakan berlangsung dengan cara melahirkan. Musim kawin terjadi pada bulan April sampai Juni, namun di dalam penangkaran musim kawin dapat terjadi sepanjang tahun dengan lama kebuntingan  sekitar 3 bulan; jumlah anak per kelahiran umumnya hanya 1 ekor dan lama usia sapih anak sekitar 3-4 bulan. Karena jumlah anak yang dilahirkan umumnya hanya satu ekor, maka perkembangbiakan Trenggiling dapat dikategorikan sangat lamban.
Dengan kalimat lain terjadi perubahan pola aktivitas kawin dari pekawin bermusim (seasonal breeder) menjadi pekawin tidak bermusim (unseasonal breeder). Secara alami kondisi ini dapat dimungkinkan terutama karena ketersedian pakan di penangkaran yang selalu ada sementara di alam sangat tergantung pada musim. Selain itu, kemajuan bioteknologi reproduksi memungkinan dilakukan pengaturan perkawinan satwa di penangkaran.

F.       Relasi Sosial Trenggiling
Untuk melindungi diri dari serangan musuh, trenggiling menyebarkan bau busuk. Ia memiliki zat yang dihasilkan kelenjar di dekat anus yang mampu mengeluarkan bau busuk, sehingga musuhnya lari. Musuh trenggiling adalah anjing dan harimau. Relasi dengan lingkungan sekitarnya, Trenggiling biasa hidup di dekat kebun-kebun warga untuk mendapatkan sumber makanan. Seperti pohon coklat, pakis hutan, pohon pisang, pepaya, bambu, dsb.
Trenggiling merupqkqn hewqn yqng biqsq hidup menyendiri, jqdi komunikqsi dengqn Trenggiling lqinnyq kemungkinqn kecil, yqitu pqdq sqqt musim kqwin sqjq kqrenq itupun qdq rqngsqngqn dqri trenggiling lqinnyq.

G.      Habitat Trenggiling
Habitat Trenggiling di alam babasnya adalah di dekat kebun-kebn warga yang berbatasan dengan hutan langsung, karena dekat dengan sumber makanan. Sarangnya berupa lubang-lubang di tanah berbentuk terowongan dan di dalam batang kayu yang sudah lapuk. Bentuk sarangpun berliku-liku sampai delapan meter yang berfungsi untuk mengelabui mangsanya. Sarang di dalam tanah biasanya ditemukan di daerah yang berbukit. Jika habitatnya di dekat pantai, Trenggiling akan bersarang di bawah tebing di sela-sela bebatuan.
Untuk mengetahui sarang Trenggiling, dapat dilihat dari lingkungan sekitarnya, yaitu banyaknya sumber makanan Trenggiling berupa rayap atau anai-anai. Selain bersarang di dalam tanah, Trenggiling biasa hidup di atas pohon untuk memudahkan mendapat sumber makannya. Pohon yang sering dijadikan sarang oleh Trenggiling yaitu pohon aren, jambu dan jenis pohon besar lainnya.
Populasi Trenggiling yang banyak ditemukan di hutan-hutan adalah pada saat musim penghujan dan musim buah, karena sumber pakannya sangat besar pada waktu itu dan memungkinkan juga banyak semut dan rayap karena pohon-pohon banyak yang lembab dan membusuk/lapuk sehingga banyak rayap atau semut di pohon tersebut.




Sumber :
Reny Sawitri, M. Bismark, dan Mariana Takandjandji, Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi : Perilaku Trenggiling (Manis Javanica Desmarest, 1822) Di Penangkaran Purwodadi, Deli Serdang, Sumatera Utara.

Burhanuddin Masy’ud, Novriyanti dan M Bismark di Laboratorium Konservasi Eksitu-Penangkaran Satwaliar, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB, Badan Litbang Kehutanan, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. Perilaku Trenggiling dan Peluang Budidayanya.

Komentar

Postingan Populer